Jumat, 24 Mei 2019

PERBEDAAN UMROH DAN HAJI



Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang memiliki banyak ragam budaya, agama, ras, suku, dll. Tapi berbicara soal kepercayaan di Indonesia sendiri masih di dominasi oleh agama Islam, tentunya ketika masyarakat Indonesia mendengar sebutan haji dan umroh sudah tidak asing lagi. Walaupun begitu masih banyak umat islam di Indonesia tidak mengetahui pengertian, persamaan dan perbedaan haji dan umroh juga waktu pelaksanaannya.
Nah untuk menjawab persoalan tersebut, maka pada kesempatan kali ini kami akan memberikan beberapa perbedaan haji dan umroh. Terlebih haji dan umroh merupakan impian semua umat muslim di dunia khususnya di Indonesia. Jadi dalam hal ini mengetahui perbedaan haji dan umroh adalah hal wajib yang harus diketahui oleh semua umat muslim di dunia.

Pengertian Haji Dan Umroh
Haji dan umroh di Indonesia sendiri sudah di jadikan sebagai salah satu agenda rutin setiap tahunnya. Hal ini tentunya membuka peluang dan kesempatan untuk semua pihak, yaitu seperti biro perjalanan dan lain sebagainya dalam memberikan fasilitas untuk haji dan umroh. Namun sangat disayangkan sekali masih banyak pihak yang hanya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengambil keuntungan saja.

Karena hal tersebut saat ini banyak orang yang lebih memilih untuk melaksanakan ibadah umroh saja di bandingkan dengan ibadah haji. Hal ini disebabkan tidak lain karena untuk bisa melakukan ibadah haji dibutuhkan antrian bertahun-tahun. Dan banyak masyarakat yang berasumsi bahwa dengan umroh sudah melakukan hal sama seperti dengan haji kecil.

Padahal kedua hal ini memiliki hukum yang berbeda dan tidak bisa di gantikan satu sama lain. Haji sendiri menurut Bahasa yaitu al-washdu yang memiliki makna sengaja atau bermaksud, dimana bisa di artikan juga sebagai seseorang yang mengunjungi tempat mulia. Selain itu haji juga masuk ke dalam rukun islam (klik untuk informasi lebih lanjut), dimana rukun islam di sini adalah suatu hal yang wajib di lakukan oleh setiap umat islam.

Dan dalam konteks ini haji bisa diartikan wajib di lakukan oleh setiap umat islam yang sudah mampu, guna menyempurnakan keislamannya. Memang saat ini untuk berangkat haji harus menunggu waktu yang lama, tapi ketika anda sudah mampu melaksanakannya. Maka ibadah haji adalah hal yang wajib yang harus anda tunaikan.
Sedangkan untuk pengertian umroh sendiri yaitu suatu ibadah sunah yang apabila dilaksanakan akan mendapat kemuliaan dari Allah SWT. Memang ada beberapa pandangan berbeda mengenai hukum umroh, tapi kebanyakan ulama di Indonesia telah menyetujui bahwa umroh hukumnya sunah dan hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa agama islam di dunia memiliki 4 imam atau yang sering disebut dengan Madzhab. Dari ke empat Madzhab tersebut memiliki pengertian dan pandangan yang berbeda mengenai haji dan umroh. Walaupun begitu di Indonesia sendiri menggunakan pendapat yang paling banyak di sepakati oleh ulama atau yang di sebut dengan Ijma’ ulama.
Beberapa persamaan dan perbedaan antara Haji dan Umrah, antara lain :

Persamaan Haji dan Umroh
  • Sama-sama mengunjungi Baitullah di Mekkah.
  • Kegiatan Haji dan Umrah sama-sama akan mendatangkan Pahala.
  • Antara Ibadah Haji dan Umrah sama-sama diawali dengan keadaan berihram.
  • Kedua ibadah ini dikerjakan terlebih dahulu dengan mengambil miqat makani.
  • Antara Ibadah haji dan umrah, memiliki rukun ihram, thawaf, sa’i, dan Tahalul.

Perbadaan Haji dan Umroh
  • Niat melaksanakan Haji dan Niat melaksanakan Umrah berbeda dan tidak dapat disamakan.
  • Ibadah Haji hanya dilaksanakan dari bulan Syawal hingga Dzulhijah, sedangkan Umrah dapat dilaksanakan kapan saja.
  • Ibadah Haji bersifat terbatas (Terdapat kuota jamaah), sedangkan Umrah tidak memiliki batas jamaah.
  • Ibadah haji terdapat rukun Wukuf, mait di mudzdalifah dan mina, serta melempar jumrah, sedangkan Umrah tidak terdapat.
  • Ibadah haji bersifat wajib, sedangkan Umrah bersifat sunnah.

Hukum Haji Dan Umroh
Untuk hukum ibadah haji sendiri sudah mutlak dan tidak ada lagi perbedaan antara ulama di dunia, karena memang ibadah haji sendiri sudah menjadi rukun islam untuk semua umat muslim. Hal tersebut juga di pertegas dalam Surat Al-Imran ayat 97 yang artinya “Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke baitullah bagi orang yang mengerjakannya”.

Yang di maksud dengan mampu dalam hal ini adalah setiap insan manusia yang sudah memiliki kemampuan baik dari segi fisik, finansial, maupun waktu. Dan ketika seseorang sudah merasa memenuhi hal tersebut maka sangat di anjurkan sekali untuk melakukan ibadah haji. Dan haji sendiri hanya di lakukan sekali dalam seumur hidup, untuk itu jangan menunggu lama lagi jika dirasa anda sudah mampu.

Sedangkan untuk hukum umroh sendiri masih menjadi perdebatan ulama. Tentunya pandangan yang berbeda tersebut di landasi dengan hadis yang berbeda, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda juga. Untuk ulama yang menyepakati ibadah umroh sebagai sunah muakad atau Sunnah yang di anjurkan adalah Imam Maliki dan Imam Hanafi, sedangkan untuk ulama yang mewajibkan ibadah umroh adalah Imam Syafi’I dan juga Imam Hambali.

Rukun Haji dan Umroh
Seperti halnya rukun iman (klik untuk informasi lebih lanjut), haji dan umroh juga memiliki rukun-rukunnya tersendiri.
Untuk tata cara pelaksanaan antara haji dan umroh juga memiliki perbedaan, dimana untuk ibadah haji sendiri akan memiliki tata cara yang lebih banyak di bandingkan dengan ibadah umroh. Dengan kata lain seseorang yang sudah pernah melakukan ibadah haji juga sudah pernah melakukan praktek ibadah umroh. Dimana untuk rukun ibadah haji yaitu sebagai berikut :
  1. Niat
  2. Thawaf
  3. Sa’i
  4. Wuquf dipadang arafah
  5. Mabit atau menginap di muzdalifah
  6. Dan memotong rambut

Sedangkan untuk rukun ibadah umroh sendiri sama seperti dengan rukun ibadah haji, tapi seperti yang sudah kami sampaikan di atas. Jika rukun ibadah umroh lebih sedikit di bandingkan dengan ibadah haji. Dimana rukun ibadah umroh hanya meliputih, niat, thawaf, sa’I, dan memotong rambut saja. Selain itu anda harus mengetahui larangan ibadah haji dan umrah.
Walaupun dalam hal ini rukun haji dan umroh berbeda, tapi anda tidak boleh anda melewatkan satu pun rukun yang sudah kami sebutkan diatas, karena memang hal ini sudah menjadi kewajiban yang harus anda lakukan. Jika terdapat salah satu rukun yang dilewatkan, maka bisa dikatakan haji atau umroh anda kurang sempurna, bahkan bisa dibilang batal.

Waktu Pelaksanaan Haji Dan Umroh
Untuk waktu pealaksanaan ibadah haji sendiri sudah di tetapkan waktunya, yaitu antara tanggal 9 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijah atau yang sering di sebut dengan bulan Haji. Dan bulan Haji sendiri hampir sama dengan bulan Nasional, dimana hanya berlaku sekali dalam setahun dalam waktu 5 hari. Sehingga hal ini harus anda manfaatkan dengan baik.
Dan yang menjadi prinsip dari ibadah haji adalah pelaksanaan wuquf di padang Arafah yang berlangsung pada tanggal 9 Dzulhijah. 

Dengan kata lain kita bisa berpendapat bahwa hari haji jatuh pada tanggal 9 Dzulhijah. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan ibadah umroh, dimana umroh bisa dilakukan kapan saja.
Karena memang ibadah umroh memiliki hukum Sunnah yang hanya bisa di lakukan sekali seumur hidup. Walaupun begitu masih banyak orang yang bertanya apakah umroh bisa membatalkan haji ketika di lakukan sebelum haji. Para ulama telah menyepakati bahwa hal tersebut boleh saja dilakukan dan tidak membatalkan ibadah haji, asalkan dilakukan dengan ikhlas dan tanpa beban.

Usai sudah ulasan lengkap mengenai pengertian, persamaan dan perbedaan haji dan umroh, juga waktu pelaksanaannya. Semoga informasi yang sudah kami sampaikan di atas bisa bermanfaat dan menambah wawasan anda. Sekali lagi kami tekankan, ketika anda sudah merasa mampu untuk menunaikan ibadah tersebut bersegeralah untuk menunaikannya. Karena memang banyak sekali keutamaan haji dan umrah yang tidak ternilai.

Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran hubungi :
Tlp/Wa : 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Terimakasih.

Kamis, 16 Mei 2019

KENIKMATAN BULAN RAMADHAN DI TANAH SUCI



Berkesempatan menjalankan ibadah pada Bulan Ramadhan di Tanah Suci (Mekkah dan Madinah) adalah hal yang sangat istimewa dan selalu kami tunggu-tunggu. Setiap kesempatan berada di sana selalu memberikan pengalaman dan cerita yang berbeda.
Ramadhan di tanah suci membawa kenikmatan tersendiri dalam beribadah. Suasana masjid selalu penuh dan padat apalagi saat ashar hingga menjelang malam.

Mengapa istimewa?   
Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam sendiri pernah bersabda :
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhari no.1863).
Bayangkan, sahabat, berhaji saja sudah sedemikian besar keutamaan dan pahalanya, apalagi berhaji bersama Rasulullah. Masya Allah, siapa yang tak ingin merasakannya?  
Maka tak heran bila pada Bulan Ramadhan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram selalu penuh sesak dan semakin sesak pada sepuluh malam terakhirnya (sangat kontras dengan kondisi kebanyakan masjid-masjid kita ya ...).
Sesaknya kedua masjid ini adalah sesak yang berbeda, karena membawa nikmat. Meskipun dengan kondisi berjubel-jubel, seluruh jama'ah tetap dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan khusyu'.

Bulan Ramadhan sendiri memiliki banyak keutamaan, diantaranya :

Bulan diturunkannya Al Qur’an
"Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil) ..." (Surat Al Baqarah: 185).
Dalam Kitab Shahih Al Bukhari diriwayatkan bahwa tatkala usia Rasulullah mendekati 40 tahun beliau mulai suka mengasingkan diri. Beliau biasa membawa roti yang terbuat dari gandum dan bekal air menuju Gua Hira' yang terletak di Jabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah.

Jabal Nur (Gua Hira')
Ketika pengasingannya (uzlah) di Gua Hira' memasuki tahun ketiga, tepatnya di Bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmat-Nya terlimpahkan kepada segenap penduduk bumi, lalu dimuliakanlah beliau dengan mengangkatnya sebagai nabi, lalu Jibril turun kepadanya dengan membawa beberapa ayat Al Qur'an.

Diwajibkan berpuasa pada bulan ini
Meskipun sedang dalam kondisi bersafar, sebagian besar jama'ah memilih untuk tetap berpuasa.
Melaksanakan puasa dengan kondisi temperatur yang sangat panas (berkisar antara 40-50 derajat Celcius) dan waktu siang yang lebih lama memberikan pengalaman tersendiri yang tak mungkin terlupakan.
Benar-benar ujian fisik (dan mental) bagi kita yang berasal dari negara dengan iklim yang relatif lebih 'bersahabat'.
Namun, semua kesulitan seakan sirna pada saat berbuka puasa.
Nikmatnya tiada terkira ...

Pintu langit dibuka dan pintu–pintu neraka ditutup
Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda, "Apabila telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu langit dibuka, sedangkan pintu–pintu neraka akan ditutup, dan setan dibelenggu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Diampuninya dosa–dosa
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa–dosanya yang telah lalu“ (HR. Bukhari dan Muslim )

Dilipatgandakan pahala pada Bulan Ramadhan
Ibnu Rajab Rahimahullah berkata (Abu Bakr bin Abi Maryam menyebutkan bahwa banyak guru–gurunya yang berkata: apabila telah datang bulan Ramadhan maka perbanyaklah berinfaq, karena infaq pada bulan Ramadhan dilipat gandakan bagaikan infaq fi sabilillah, dan tasbih pada bulan Ramadhan lebih utama daripada tasbih di bulan yang lain).

Dijanjikannya pahala yang berlipat ganda ini mendorong kaum muslimin untuk berlomba-lomba bersedekah.
Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pada saat menjelang waktu berbuka puasa (Maghrib) akan terlihat banyak sekali kelompok-kelompok yang menyediakan makanan untuk ifthar (buka puasa) dan bahkan berebut mempersilakan jama'ah untuk bergabung bersama kelompok mereka.

Ifthar di halaman masjid banyak menjadi 'incaran' jama'ah dari Indonesia, karena menunya lebih beragam, termasuk menu makan 'berat' (seperti nasi briyani) dan buah-buahan yang sangat menggiurkan (jeruk sunkist, apel, anggur, pisang, dan lain-lain).
Nikmat sekali ...

Lailatul Qadr ada di Bulan Ramadhan
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar " (Surat Al Qadr: 1-5)

Purnama di atas Masjid Nabawi
Seribu bulan? Setara dengan 83 tahun!
Sungguh, benar-benar malam yang sangat istimewa bila kita bisa mendapatkan pahalanya.
Tak heran, pada sepuluh malam terakhir jama'ah semakin memenuhi kedua masjid ini untuk mendapatkan kemuliaannya.


Berbuka puasa di Madinah dan Mekah, Arab Saudi, sungguh nikmat.
Sebab di dua kota ini, para jamaah umrah yang ingin berbuka puasa mendapat sambutan dan pelayanan luar biasa.
Kami disajikan berbagai macam menu buka puasa. Semua gratis.
Makanan berbuka puasa di dua kota ini, ada yang disediakan pemerintah setempat, ada pula dari swasta atau para dermawan

Bahkan terkesan, para jamaah yang ingin berbuka puasa seakan diperebutkan oleh para dermawan atau orang suruhannya.
Mereka seakan berlomba-lomba agar kami bersedia mampir menikmati menu buka puasa yang disajikannya.
Itulah yang kami rasakan saat berbuka puasa di Masjid Nabawi di Madinah maupun di Masjidil Haram, Mekkah.

Hal tersebut dikarenakan para dermawan tersebut ingin berebut mendapatkan pahala.
Sebab mereka meyakini pemberian sekecil akan dibalas pahala Allah SWT, apalagi diberikan kepada orang berpuasa.
Terlebih dalam suasana bulan suci Ramadan.
Ada pun menu buka puasa yang disajikan hampir sama, baik di Madinah maupun di Mekkah.
Di antaranya ada kurma, yogurt, roti dan air zamzam.

Satu lagi minuman khas masyarakat setempat yang hampir sama dengan teh tapi di sini namanya, siwak.
Yang berbeda antara di Masjid Nabawi dengan Masjidil Haram antara lain, menu buka puasa di Masjid Nabawi seragam.
Waktu pernyajiaannya juga bersamaan. Makan minum yang disediakan, ada dari pemerintah maupun swasta.
Sedangkan di Masjidil Haram, makan minum hampir didominasi dari sumbangan pemerintah setempat.

Jamaah yang ingin menikmati buka puasa di Masjid Nabawi atau di pelataran Masjidil Haram, para jamaah harus meninggalkan hotel atau penginapan sejam sebelum waktu berbuka.
Atau kisaran pukul 18.00 sudah harus bergerak ke masjid. Waktu berbuka di sini sekitar pukul 19.04 waktu setempat.

Selama bulan suci Ramadan, baik di Masjid Nabawi maupun di Masjidil Haram selalu terlihat padat.
Tak hanya kalangan orangtua, anak-anak pun ramai.
Mereka rupanya banyak yang datang bersama keluarga. Apalagi saat ini sedang masuk musim libur sekolah.





Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran Umroh hubungi :
Tlp. 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Terimakasih

Senin, 13 Mei 2019

MAKNA UMROH



Umrah artinya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah yang terdiri dari ihram, thawaf, sa’i, dan tahallul atau bercukur, demi mengharap ridha Allah SWT. Umrah secara bahasa pergi ke suatu tempat yang berpenghuni, juga mengandung arti meramaikan. Yaitu meramaikan tempat suci Mekah. Di kota Mekah, terdapat Masjidil Haram dan di dalamnya ada Ka’bah. Namun demikian Umrah dalam konteks ibadah tidak sekadar berarti ‘meramaikan’, namun lebih dari itu, yaitu kita dituntut agar bisa mengambil manfaat spiritual dari ziarahnya.

Karena sebagaimana kita ketahui, aktivitas umrah adalah refleksi pengalaman hamba-hamba Allah (yaitu Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS) dalam menegakkan kalimat tauhid. Maka, dalam umrah ini kita bisa menjumpai pengalaman kemanusiaan universal, yaitu menyaksikan hal yang paling demonstratif dari kemanusiaan universal, bahwa semua manusia itu pada dasarnya mempunyai derajat yang sama.

Apa perbedaan umrah dengan ibadah haji? Haji secara etimologis artinya menyengaja, menahan, datang, menang dengan argumentasi, banyak perselisihan dan keraguan, bermaksud atau menuju ke Mekah untuk ibadah. Yaitu melaksanakan ibadah kewajiban rukun Islam yang kelima dengan cara menziarahi tempat-tempat suci sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu kota Mekah dan meliputi Arafah, Muzdalifah, Mina dan tempat-tempat lainnya. Lalu melakukan ibadah yang terdiri dari niat berihram dari miqat, umroh, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, jumroh di Mina, tahallul, dan tawaf wada’. Dan dilakukan pada bulan tertentu sebagaimana firman Allah:

ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ

Artinya:
“(musim) haji adalah beberapa bulan yang telah diketahui. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-batahan…” (Al-Baqarah: 197)

Rukun-rukun ibadah umrah, kewajiban-kewajibannya dan hukum-hukumnya adalah sama seperti ibadah haji kecuali untuk wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan melempar jumrah di Mina yang dilakukan setelah wukuf. Artinya bagi yang sedang melakukan ibadah umrah, umrahnya dianggap telah selesai jika sudah melakukan tahallul (memotong rambut).

Hukum umrah wajib sekali seumur hidup, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Walaupun menurut Imam Malik dan Imam Hanafi hukumnya sunnah. Berikut dalil yang berkenaan dengan wajibnya umrah :

وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِ

Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (Al-Baqarah 196)

Pelaksanaan ibadah Umrah dimulai dengan niat berihram dari miqat (tempat memulai), kemudian thawaf, sa’i, dan diakhiri dengan tahallul umrah (memotong rambut/bercukur). Tahapannya dilaksanakan dengan berurutan dan tertib. Umrah terbagi menjadi umrah wajib yaitu umrah yang pertama kali dilaksanakan yang disebut juga umratul Islam, serta umrah yang dilaksanakan karena nazar (janji pada diri sendiri hendak berbuat sesuatu jika maksud tercapai). Selain itu ada juga umrah sunnah yaitu umrah yang dilaksanakan setelah umrah wajib, baik yang kedua kali dan seterusnya dan bukan karena nazar.

Melakukan ibadah umrah tidaklah sulit seperti yang dibayangkan, normalnya dilakukan hanya dengan kurang lebih 2-4 jam, tergantung kepada kekuatan fisik jamaah yang melakukan ibadah dan penuh atau tidaknya kondisi Masjidil Haram. Bagi jamaah yang tidak memungkinkan untuk berjalan kaki atau sakit, boleh untuk memakai jasa kursi roda di sekitar Masjidil Haram atau menyewa motor khusus yang disediakan oleh pengelola masjid sesuai tarif yang telah ditentukan.

Nabi Muhammad SAW melaksanakan umrah empat kali, semuanya dalam bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang dilaksanakan bersama hajinya. Umrah pertama dikerjakan dari Hudaibiyah pada tahun 6 hijriyah, yang kedua pada tahun 7 hijriyah (yang dikenal dengan umrah qadha), yang ketiga pada waktu penaklukan kota Mekah tahun 8 hijriyah, dan yang keempat bersamaan dengan hajinya tahun 10 hijriyah. Yang terakhir ini, ihramnya dilakukan pada bulan Dzulqa’dah, sedangkan amalan-amalannya (tahapan selanjutnya) beliau kerjakan pada bulan Dzulhijjah.

Berikut hadis mengenai umrah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh periwayat hadis kecuali Abu Daud :

العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالحَجُّ المَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَرَاءٌ إِلَّا الجَنَّةَ

Artinya:
“Umrah hingga umrah berikutnya adalah kafarat (penghapus) dosa yang dilakukan di antara keduanya, dan ganjaran bagi haji yang mabrur tidak lain adalah surga”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Umrah berbeda dengan haji dalam miqat zamani (penentuan waktu). Dalam ibadah haji ada waktu khusus yang tidak boleh dilakukan selain pada waktu tersebut. Haji dilaksanakan dalam bulan-bulan tertentu yang disebut dengan asyhurul haram yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Penentuan bulan tersebut sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur’an dan juga hadis nabi yang banyak menerangkan tentang ibadah haji.

Adapun umrah boleh dilakukan pada setiap waktu dalam setahun kecuali pada hari-hari nahr, yaitu empat hari pelaksanaan haji bagi orang yang melaksanakan ibadah haji. Mayoritas ulama berpendapat bahwa melakukan ibadah umrah pada saat pelaksanaan ibadah haji adalah makruh (tidak disukai Allah SWT). Hari nahr adalah pada hari Arafah (10 Dzulhijjah) yaitu saat jemaah haji wukuf di Arafah, dan pada hari-hari tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah).

Sementara itu menurut mazhab Hambali dan Syafi’I, melakukan ibadah umrah pada hari-hari nahr tidak dilarang. Artinya orang yang tidak melaksanakan ibadah haji tetap boleh melakukan ibadah umrah pada waktu-waktu tersebut. Namun, walaupun ibadah umrah pada saat itu tidak dilarang jamaah tidak banyak yang melakukan umrah karena mayoritas berpusat pada pelaksaan ibadah haji. Maka bila Masjidil Haram terlihat ramai pada hari nahr, kebanyakan jamaah adalah melakukan rukun haji tawaf ifadah, maupun tawaf sunnah saja sebagai ganti shalat sunah tahyi’atul masjid.

Ibadah Umroh ini sama seperti Ibadah haji dalam prakteknya,hanya saja berbeda dari beberapa segi :
  • Umroh boleh di laksanakan berkali-kali dalam setahun,kecuali musim haji.ini berbeda dengan Haji yang hanya boleh dilaksanakan sekali dalam satu tahun yaitu setiap Bulan Dzulhijjah.
  • Ibadah Umroh lebih pendek rangkaian ibadahnya yang hanya memerlukan 2-3 jam dalam pelaksanaanya yaitu Tawaf 7 kali di Ka’bah,Sa’i dari Shofa ke Marwah dan di langsung diakhiri dengan Tahallul.adapun Haji sedikit berbeda karena selain ritual ibadah yang disebutkan diatas,Jamaah Haji harus melanjutkan wajib Hajinya dengan Wuquf di Arofah,Melempar Jumroh, Mabit di Mina dan Muzdalifah dsb.
  • Hukum ibadah Umroh adalah Sunnah Muakkadah,adapun ibadah Haji adalah Wajib bagi yang mampu/kuasa.

Adapun Syarat-syarat melaksanakan ibadah umroh adalah sebagai berikut :

1. Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
4. Merdeka (bukan karena paksaan dsb)
5. Mampu (harta,fisik dsb )
6. Mempunyai Mahroh (bagi perempuan)

Wajib Umroh sendiri adalah dengan memulai niat Umroh di Miqot yang di tetapkan serta meninggalkan larangan Ihrom di tanah Harom.

Rukun Umroh ada 5, yaitu :

1. Niat Ihram dari Miqot
2. Tawaf
3. Sa’i
4. Tahallul (menggunting rambut)
5. Tertib/berurutan

Untuk informasi lebih lanjut dan untuk info pendaftaran hubungi :
Tlp. 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Terimakasih.





















Jumat, 10 Mei 2019

HUKUM BERHIJAB UNTUK WANITA MUSLIM


Setiap perintah yang diberikan oleh Allah, tidak ada satupun yang membuat rugi manusia. Apa yang Allah perintahkan keseluruhannya dapat memberikan manfaat dan keselamatan bagi manusia. Betapa Allah ciptakan perintah bukan hanya sekedar untuk diikuti atau hanya sekedar menjalankan, tetapi memiliki manfaat yang luar biasa besarnya.
Termasuk dalam hal ini mengenai perintah berjilbab terhadap wanita. Di dalam islam, wanita memiliki kewajiban untuk menutup auratnya. Menutup aurat ini tentunya bukan hanya sekedar untuk menjalankan perintah semata, tetapi memiliki efek yang banyak terhadao diri wanita dan orang-orang yang berada di sekitarnya atau masyarakat.

Wanita Muslim mempunyai lima macam pakaian tradisional. Diantaranya adalah hijab atau sering juga disebut jilbab. Sebenarnya kerudung ini adalah pakaian khas wanita Arab. Namun tidak sedikit orang memakainya sebagai status identitas dan terlihat lebih agamawi. Haruskah wanita Muslim berhijab? Apa sebenarnya tujuan berhijab menurut Al-Quran?

Tujuan Berhijab
Dalam Islam, hijab bertujuan untuk menutup aurat. Kata “aurat” berasal dari bahasa Arab yaitu “awrat”. Yaitu bagian dari tubuh manusia, kecuali telapak tangan dan muka, yang haram untuk dilihat ataupun dipegang.
Di Indonesia tidak sedikit wanita Muslim berhijab tidak dengan semestinya. Mereka berhijab, tapi menggunakan baju pendek bahkan celana panjang ketat seperti menunjukkan lekuk tubuhnya.

Berjilbab adalah ciri dari Wanita Muslimah Menurut Islam,Wanita Cantik Dalam Islam, dan Wanita dalam Pandangan Islam dan Keistimewaannya. Berjilbab pun juga merupakan Kewajiban Wanita Setelah Menikah  dan menjaga Pergaulan Dalam Islam.
Di dalam Al-Quran terdapat beberapa dalil yang berkenaan dengan kewajiban wanita berjilbab. Hukum Wanita Tidak Berjilbab diantaranya dalam ayat-ayat berikut ini beserta penjelasannya.

1. Dalam QS Al Ahzab : 59
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59)

Ayat ini adalah ayat yang secara eksplisit menjelaskan bahwa wanita harus mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh. Artinya adalah berkewajiban untuk menggunakan kain yang menutupi tubuh dan auratnya sehingga tidak terlihat. Untuk itu, bagaimanapun seorang wanita yang sudah baligh harus menutupi auratnya dan tubuhnya. Apalagi, hal ini ditambah dengan berbagai penelitian bahwa hamper seluruh tubuh wanita memiliki keindahan dan dapat menarik hasrat seksual bagi lawan jenis.

2. Dalam QS Al A’raf : 26
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS Al-A’raf :26)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan manusia untuk menutup aurat. Perintah ini sudah diberikan sejak nabi Adam ada dan artinya memang secara fitrah manusia diperintahkan untuk melakukan hal tersebut sejak ia ada. Perintah menutup aurat bukan hanya pada saaat Nabi Muhammad melainkan saat Nabi terdahulu pun sudha melakukannya.
Untuk itu, wanita khusususnya yang memiliki aurat yang harus dijaga oleh dirinya harus memahami dan mengerti akan perintah ayat ini.

3. Dalam QS An Nur : 31
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur : 31)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa terdapat Hukum Wanita Tidak Berjilbab. Dimana, seorang wanita wajib untuk menahan pandangan dan kemaluannya. Mereka diperintahkan untuk menutup kaing kudung ke dada, yang hari ini adalah jilbab atau kerudung.

Dada seorang wanita tentu saja adalah aurat, untuk itu perlu ditutup dan jangan sampai terlihat. Hal ini karena secara natural akan membuat menarik dan memancing lawan jenis untuk memiliki hasrat bagi yang tidak mampu mengendalikannya.

Untuk itu, dengan dalil diatas, wajib hukumnya wanita untuk berjilbab dan dilarang wanita untuk membuka auratnya kecuali pada orang-orang muhrimnya yaitu yang disebutkan dalam ayat di atas. Bersyukurlah bagi mereka yang berjilbab karena telah menunaikan kewajiban sesuai dengan Rukun Islam, Rukun Iman, Fungsi Agama, Akhlak Dalam Islam, dan Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan.

Dampak Jika Wanita Tidak Berjilbab atau Menutup Aurat
Setiap perintah Allah jika tidak ditaati maka akan banyak berefek besar terhadap kehidupan kita. Untuk itu, bersyukurlah manusia karena masih diberikan kesempatan untuk menjalankan perintah Allah. Setiap yang Allah perintahkan tidak akan merugikan justru kita akan merugi jika kita tidak mengikuti perintah Allah. Berikut adalah dampak jika wanita tidak taat kepada Allah dan bersikap acuh tak acuh dalam menjalankan perintah untuk menutup aurat.

1. Muncul Berbagai Kemaksiatan
Wanita yang tidak menutup aurat akan banyak memunculkan kemaksiatan di masyarakat. Misalnya saja pelecehan seksual, pemerkosaan, tidak adanya batasan pergaulan, perzinahan karena mereka tidak menjaga dan mengumbar auratnya. Banyak kasus-kasus pelecehan dan pemerkosaan akibat dari wanita kurang bisa menjaga auratnya dengan baik.
Untuk itu, kita pasti tidak ingin hal tersebut terjadi pada wanita, baik diri kita, saudara, atau pun keluarga kita. Untuk itu, jangan sampai jilbab ditinggalkan dan aurat terbebaskan karena diri kita sendiri yang melakukannya.

2. Tidak ada Nilai Kesopanan di Masyarakat
Dengan tidak ditutupnya aurat perempuan tentu hal ini akan membuat nilai-nilai kesopanan dan etika di masyarkaat berkurang. Aurat yang terbuka begitu saja tentu membuat lingkungan akan menjadi tidak fokus, pergaulan menjadi lebih bebas dan tidak terkendali. Banyak sekali pelecehan seksual, pembicaraan mengenai hal-hal yang tidak sopan akibat dari tidak adanya nilai kesopnan di masyarakat yang dimulai dari aurat yang tidak tertutup oleh wanita.

3. Merusak Moral Manusia
Manusia berbeda dengan hewan. Manusia memiliki batas, sedangkan hewan tidak. Batas-batas manusia adalah aurat dan dirinya sendiri. Untuk itu wanita yang menjaga dirinya dengan menutup jilbab maka dia akan mendapatkan kemuliaan dan menjaga akhalknya sendiri. Sedangkan yang mengumbar auratnya tentu saja akan berefek kepada moralnya juga. Untuk itu, jilbab adalah seperti pagar moral kita agar tidak melangkah untuk berbuat kemaksiatan.
Dampak jilbab sangat berpengaruh terhadap Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam yang harus dijaga agar perkembangan dan kemaslahatan di masyarakat semakin terjaga. Untuk itu, marilah kita memulainya dengan cara menjaga aurat kita, dan jangan sampai mengumbarnya kepada yang bukan muhrim.

Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran umroh hubungi :
Tlp. 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Kamis, 09 Mei 2019

KEUTAMAAN DAN KEISTIMEWAAN KOTA MEKKAH



Mekkah, sebuah kota utama di Arab Saudi  yang menjadi tujuan utama umat muslim dalam menunaikan rukun islam yang kelima yaitu ibadah haji, dan sebuah kota dimana terdapat bangunan utama bernama Masjidil Haram dengan Ka’bah di dalamnya. Ka’bah merupakan bangunan berbentuk kubus yang menjadi monumen suci bagi umat muslim dan menjadi patokan arah kiblat untuk ibadah shalat, bagi umat muslim di seluruh dunia.

Mekkah adalah salah satu kota yang paling dicintai oleh Allah dan Rosul-Nya. Begitu banyak keutamaan dan keistimewaan yang Allah SWT tancapkan di Tanah Suci ini. Salah satunya adalah air zam-zam yang tidak pernah habis hingga saat ini, meskipun telah diminum oleh ratusan ribu umat muslim yang datang dari berbagai negara. Air zamzam ini merupakan sumber air bersih utama bagi kota Mekkah. Selain dikonsumsi untuk air minum, air ini juga digunakan sebagai air wuduk bagi jamaah yang akan melakukan ibadah salat di Masjidil Haram.

Adapun keutamaan dan keistimewaan kota Mekkah yang lainnya adalah sebagai berikut :

1. Terdapat Ka’bah yang menjadi kiblat bagi semua umat muslim
Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di muka bumi sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi kiblat bagi semua umat muslim dalam menjalankan ibadah shalat. Sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran: 96).

Dalam hadist juga disebutkan :

Wahai Rasulullah, masjid apakah yang paling pertama kali dibangun di bumi?” Beliau menjawab, ”Al-Masjid al-Haram.” Saya bertanya lagi, ”Kemudian apa?” beliau menjawab, ”Al-Masjid al-Aqsha.” Saya bertanya, ”Berapa lama selang waktu di antara keduanya?” beliau menjawab, ”40 tahun. Dimana saja shalat menjumpai kamu maka shalatlah karena itu adalah masjid.” (HR Bukhari)

2. Allah menjanjikan rizki yang berlimpah di Tanah Suci Mekkah
Berkat doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, Allah menjanjikan rizki yang berlimpah di Tanah Suci Mekkah. Inilah doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim:

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).

3. Salah satu kota yang dijaga oleh malaikat dari fitnah Dajjal
Ada dua kota yang akan dilindungi oleh Malaikat sehingga Dajjal tidak akan mampir di tempat tersebut, yaitu Mekkah dan Madinah. Dajjal tidak akan memasuki keduanya hingga akhir zaman. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Fathimah bin Qois radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan:

فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلاَئِكَةً يَحْرُسُونَهَا

“Aku akan keluar dan menelusuri muka bumi. Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam selain Makkah dan Thoybah (Madinah Nabawiyyah). Kedua kota tersebut diharamkan bagiku. Tatkala aku ingin memasuki salah satu dari dua kota tersebut, malaikat menemuiku dan menghadangku dengan pedangnya yang mengkilap. Dan di setiap jalan bukit ada malaikat yang menjaganya.” (HR. Muslim no. 2942).

Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam hadits disebutkan tentang Dajjal,

لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ

“Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: masjid Ka’bah (masjidil Haram), masjid Rasul (masjid Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid Ath Thur.” (HR. Ahmad 5: 364. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, sanad hadits ini shahih).

4. Kota yang menjanjikan ketentraman bagi siapa pun penghuninya
Kota Suci Mekkah merupakan kota yang telah diberkahi oleh Allah SWT sebagai tempat di muka bumi yang penuh dengan rasa aman. Tidak hanya untuk manusia, bahkan hewan dan tumbuhan juga merasakan ketentraman tersebut.

Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا

“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia” (QS. Ali Imran: 97).

5. Kota kelahiran Rasulullah sebagai nabi penghabisan. Konon Nabi Adam AS juga diciptakan Allah SWT di Mekkah, saat kita itu masih difasilitasi surga. Karena Adam dan istrinya melanggar larangan, akhirnya fasilitas surga dicabut, sehingga Adam dan istrinya hidup mengembara. Setelah 200 tahun Allah SWT mempertemukan mereka kembali di Jabbal Rahmah, Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah dan di peta Arafah masih masuk negeri Makkah.

6. Tempat beribadah para hamba-Nya serta adanya kewajiban atas mereka untuk mengunjunginya, baik yang dekat maupun yang jauh, yakni dalam mengerjakan haji sebagai arkanul Islam kelima.

7. Tempat yang dijadikan Allah SWT sebagai Tanah Suci yang aman, yang tidak boleh ada pertumpahan darah di dalamnya. Tidak ada manusia yang boleh mengklaim tempat yang lebih suci daripada Makkah.

8. Tempat untuk menghapus dosa-dosa masa lalu, seperti Allah SWT mengampuni dosa Adam dan istrinya yang melanggar ketentuan Allah SWT.

9. Tempat Allah SWT mensyariatkan kepada manusia untuk berthawaf di Ka’bah.
Tidak ada di muka bumi ini suatu tempat yang Allah SWT mewajibkan bagi orang-orang yang mampu mengunjunginya.

10. Tidak ada sejengkal bumi pun yang Allah SWT wajibkan hamba-hamba Nya untuk menghadap dan melambaikan tangan, kecuali kepada Ka’bah, Hajarul Aswad, Rukun Yamani yang adanya di kota Makkah.

11. Tidak ada di muka bumi ini suatu masjid pun, yang memiliki keistimewaan bagi siapa saja yang shalat di dalamnya, maka pahalanya akan dilipatgandakan.

12. Tempat Allah SWT memberikan balasan bagi siapa saja yang berniat jahat, walaupun belum melakukannya, dan barang siapa yang melakukan kejahatan, balasannya akan dilipatgandakan, sebab melakukan kejahatan di Tanah Suci akan lebih besar dosanya dibandingkan di tempat-tempat lain.

13. Adanya tempat-tempat mustajab bagi orang-orang yang berdoa disana, misalnya Hajar Aswad, di rukun Yamani, di makam Ibrahim, di Hijir Ismail, di telaga Zamzam, di Arafah saat berwuquf, dan lain-lain.

Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran hubungi :
Tlp. 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Terimakasih.

BERZIARAH KE MAKAM RASULULLAH SAW


Ziarah Ke Makam Rasulullah SAW di Madinah. Pada saat berziarah ke makam Muhammad SAW ada sebuah getaran kuat yang kita rasakan. Getaran tersebut menyerupai saat kita berada didepan Multazam, pintu Ka’bah. Di bagian awal bab sudah kuceritakan, bahwa kita tidak kuasa menahan haru dan gembira. Tanpa terasa air mata membasahi pipi sebagai tanda bangga dan bahagia. Mimpi untuk berziarah ke makam Nabi sudah tersampaikan. Shalawat dan salam kuhaturkan kepada baginda Muhammad SAW.


Setiap muslim yang berziarah ke makam beliau hampir bisa dipastikan juga merasakan hal yang sama. Sebuah perjumpaan yang dapat mengisi ruang batin yang haus akan sentuhan ruhani dalam rangka memperbarui Iman, Islam, dan Ihsan. Ketiga ajaran tersebut merupakan inti dari tuntunan yang dibawa Muhammad SAW. Ketika berziarah ke makam beliau, semuanya hadir dalam waktu bersamaan.

Berziarah ke makam Nabi mempunyai kenikmatan tersendiri. Utamanya kenikmatan batin, yang tidak mudah didapatkan ditempat lain, kecuali di Ka’bah. Sebab itu, barangsiapa mendapat “panggilan” untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah, Nabi juga mengundang agar berziarah ke Masjid Nabawi, yang dulunya juga menjadi tempat tinggal Nabii selama di Madinah. Jika dulu, rumah Nabi terpisah dengan Masjid Nabawi, sekarang rumah tersebut sudah menjadi satu dalam area Masjid Nabi. Makam Nabi terdapat didalam lingkungan masjid.

Sebab itu, berziarah ke Masjid Nabawi diantara daya tariknya adalah berziarah ke makam Nabi. Apalagi kalangan Sunni yang meyakini ziarah makam Nabi sebagai sebuah keutamaan, ada sentuhan batin dan pengalaman spiritual yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Berziarah ke makam para ulama saleh adalah keutamaan, apalagi ke makam Muhammad SAW yang telah membawa ajaran Islam dengan segala perjuangan dan pengorbanannya.

Di pesantren, pelajaran tentang perjalanan hidup Nabi (al-sirah al-nabawiyyah) merupakan pelajaran utama. Sejak tahun-tahun pertama, kita dikenalkan dengan perjalanan hidup Nabi sejak sebelum lahir hingga meninggal dunia di Madinah. Kiai Idris Jauhari adalah kiai yang kita banggakan, karena dari buku beliaulah kita mengerti secara detail tentang perjalanan hidup Nabi.

Intinya, mengenal perjalanan hidup Nabi merupakan sebuah petualangan intelektual yang mencerahkan. Setiap gerak, ucapan, dan kebijakan Nabi merupakan teladan yang sangat baik, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, Sungguh bagi kalian dalam diri Rasulullah SAW terdapat teladan yang baik (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

Sembilan tahun kemudian kita mendapatkan panggilan untuk berziarah ke makam Nabi. Sebuah kesempatan emas yang harus digunakan sebaik mungkin agar pengenalan dan pemahaman yang menghujam kuat dalam sanubariku menjelma sebagai tuntunan hidup dan sumber inspirasi. Bagiku yang dibesarkan dalam tradisi Nahdlatul Ulama, ziarah ke makam Nabi akan memberikan tambahan nilai yang sangat berharga untuk senantiasa mengikuti ajarannya yang lurus dan toleran (al-hanifiyyah al-samhah).

Berziarah ke makam Nabi hakikatnya dalam rangka menghadirkan kembali makna-makna yang dapat mengisi kehidupan pada kedamaian dan keadaban publik. Salah satu makna tersebut adalah pentingnya ilmu. Saat berziarah ke makam Nabi, posisiku sebagai mahasiswa Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, yang sedang terhanyut dalam lautan ilmu merupakan fondasi yang sangat penting untuk mengayuh perahu di samudera peradaban yang amat luas. Apalagi pada masa modern yang salah satu ukurannya adalah ilmu pengetahuan.

Berziarah ke makam Nabi dengan subyektivitas personal yang terlibat langsung dengan sejarah dan ajarannya memberikan harapan yang sangat berarti. Pengalaman berziarah telah menyisakan sebuah kenangan indah, yaitu perjumpaan batin yang tidak akan pernah terlupakan.

Para ulama dari mazhab Syafii juga memandang ziarah ke makam Nabi sebagai sebuah anjuran yang dapat dijadikan sebagai syafaat di hari kemudian nanti. Menurut Abu Ishaq al-Syairazi dalam al-Muhadzdzab, hal tersebut mengacu pada hadis diatas, Barangsiapa berziarah ke makamku, maka ia akan mendapatkan syafaatku. Jaminan yang diberikan Nabi merupakan salah satu pertanda yang kuat perihal pentingnya berziarah ke makam Nabi.

Sedangkan Imam Nawawi memandang ziarah ke makam Nabi merupakan sebuah ritual yang sangat penting dilkitakan, terutama bagi mereka yang berkesempatan melaksanakan ibadah haji dan umraj. Disamping melaksanakan shalat di Masjid Nabawi dan berdoa di Raudha. Menurut Imam Nawawi, ada dua hal yang disunnahkan setelah menunaikan ibadah umrah dan haji, yaitu minum air zamzam dan berziarah ke kuburan Nabi di Madinah. Tidak hanya itu saja, selama didalam perjalanan menuju Madinah hendaknya memperbanyak shalawat kepada Nabi sambil berdoa agar perjalanan spiritual tersebut dapat membawa manfaat yang besar bagi pengalaman hidup setiap muslim.

Sedangkan para ulama dari mazhab Hanbali juga mempunyai perhatian yang sagat besar terhadap ziarah ke makam Nabi. Abu Muhammad bin Qudama berpandangan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Daruquthni, Barangsiapa melaksanakan haji, kemudian berziarah kemakamku setelah kematianku, maka seakan-akan ia berziarah padkita di masa hidupku.

Sedangkan Abu al-Farj bin Qudama memandang ziarah ke makam Nabi merupakan sebuah anjuran yang sejatinya dilkitakan bagi mereka yang telah dan akan melaksanakan ibadah haji. Alasannya mengacu pada sejumlah ayat diatas, khususnya surat al-Nisa ayat 64 dan beberapa hadis yang telah disepakati kedudukannya oleh para ulama sunni. Hanya saja Abu al-Farj bin Qudama memberikan catatan khusus, yaitu saat berziarah kemakam Nabi memaksimalkan doa dan ampunan. Tidak dianjurkan untuk memeluk dan mencium tembok yang didalamnya terdapat makam Nabi. Para ulama terdahulu tidak melkitakan hal itu, kecuali menyentuh mimbar Nabi. Ibnu Qudama melkitakan hal tersebut.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan, bahwa hampir tidak ada perbedaan dari para ulama mazhab perihal kedudukan ziarah ke makam Nabi. Mereka mempunyai pandangan yang hampir sama, bahwa setiap muslim yang mampu melaksanakan umrah dan haji agar meluangkan waktunya untuk berziarah ke Madinah, terutama Masjid Nabawi untuk berdoa di Raudha dan berziarah di makam Nabi, dan para sahabat.

Diantara mereka hanya berbeda pendapat soal kedudukan hukum ziarah tersebut. Mazhab Hanafi memandang ziarah Nabi adalah sunnah yang mendekati wajib. Sebagian mazhab Maliki berpendapat, bahwa ziarah tersebut merupakan sunnah yang kedudukannya wajib (min al-sunan al-wajibah). Sedangkan bagi mazhab Syafii dan Hanbali, ziarah ke makam Nabi merupakan sebuah anjuran yang mendatangkan manfaat luar biasa bagi siapapun yang melkitakannya.

Pendapat tersebut telah menjadikan ziarah ke makam Nabi dari sebelumnya sebagai ritual keagamaan menjadi “tradisi”. Yaitu ritual keagamaan yang kerapkali dilkitakan oleh para ulama dari masa ke masa. Kita tahu, bahwa para ulama hukum islam pada umumnya berbeda pendapat dalam banyak hal, tetapi istimewanya dalam hal ziarah ke makam Nabi mereka tidak terlibat dalam perbedaan pendapat.

Mereka semuanya terhanyut dalam ritual ini, karena ziarah ke makam Nabi meninggalkan sebuah kesan dan pengalaman tersendiri bagi siapapun yang melaksanakannya. Didalam beberapa hadis disebutkan, bahwa Nabi pernah mengisahkan perihal kedatangan Isa al-Masih untuk berziarah ke makamnya.

Hal tersebut terkait dengan kedudukan Muhammad SAW sebagai Nabi dan utusan Tuhan, yang telah berperan besar dalam membawa syariat bagi kehidupan umat yang mulia dan adiluhung (khayr ummah). Nabi di masa hidup telah mendedikasikan hidupnya bagi kemaslahatan umat dan mereka yang membangun persaudaraan dengannya. Sebab itu, Nabi tidak hanya disayangi oleh mereka yang hidup semasa dengannya atau mereka yang hidup setelahnya, tetapi juga disayangi oleh Isa al-masih.

Tradisi ulama dalam berziarah ke makam Nabi harus menjadi salah satu tuntunan yang akan mengingatkan setiap muslim pada ajarannya yang mengutamakan kearifan, nasihat yang santun dan dialog yang konstruktif. Islam adalah aagama yang mengajak setiap pemeluknya untuk menggunakan akal budi untuk mencapai kebenaran.

Tidak seperti pandangan sebagian kalangan yang cenderung melihat persoalan secara hitam putih. Atas nama pemurnian iman, mereka melarang ziarah ke makam Nabi sambil melkitakan tindakan-tindakan ekstrem yang sama sekali tidak sejalan dengan garis-garis besar ajaran islam. Maka, barziarah ke makam Nabi merupakan salah satu solusi yang tepat agar sikap keberagaman yang ekstrem tersebut menjadi lebih lentur dan lembut.

Mentradisikan ziarah ke makam Nabi akan menyisakan sebuah kesan yang sangat baik, bahwa beragama yang baik adalah beragama dengan menggunakan intuisi dan hati nurani. Beragama membutuhkan permenungan yang mendalam, terutama dalam rangka mengasah kepekaan spiritual. Perjumpaan batin dengan Nabi dalam ziarah ke makamnya akan memberikan kesan yang amat mendalam untuk menemukan makna-makna yang akan menjadikan hidup semakin nikmat dan berkualitas untuk kemanusiaan universal.

Dalam sejarah dikisahkan, Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat dari Damaskus ke Madinah. Isi surat tersebut adalah mengirimkan salam kepada Muhammad SAW. Salam tersebut agar disampaikan dim akam Nabi saat melaksanakan ziarah. Tradisi ini dilkitakan oleh para ulama dan mereka yang tidak berkesempatan untuk melaksanakan ziarah secara langsung ke makam Nabi. Mereka menitipkan kepada orang yang sedang berziarah ke Madinah untuk mengucapkan salam.

Umar bin Khattab di saat kembali dari Jerusalem setelah menguasai kota suci tersebut langsung menuju makam Nabi. Umar sepertinya ingin mengabarkan kepada Nabi perihal pencapaian spektkitaler yang telah diraihnya sebagai penerus dan pemimpin besar setelah Nabi. Jerusalem yang pada saat itu berada dibawah kekuasaan Romawi Byzantium menerima kehadiran islam untuk menguasai Jerusalem tanpa tetesan darah sedikitpun. Umar diterima dengan lapang dada oleh kalangan Kristen, bahkan membuat nota perdamaian di antara mereka sebagai manifestasi dari ajaran agama-agama samawi yang cinta perdamaian.


Ziarah Umar bin Khattab ke makam Nabi meneguhkan sebuah tradisi yang sangat panjang perihal ziarah tersebut. Sumbernya tidak lain adalah cinta yang menghujam dalam sanubari setiap muslim. Tuhan saja mencintai Muhammad SAW sepenuh hati, apalagi pengikut Nabi yang telah mendapatkan petunjuk, bahkan syafaat di akhirat kelak. Didalam Al Quran disebut, Sesungguhnnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah dan kirimkanlah salam damai kepadanya.

Ziarah ke makam Nabi pada hakikatnya adalah ziarah cinta yang lahir dari sebuah iman dan komitmen untuk melaksanakan syariatnya. Spirit yang seperti ini amat penting bagi setiap muslim, terutama dalam rangka memahami dasar dan fondasi syariat yang diusung oleh Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis disebutkan, Sesungguhnya kita adalah Nabi penebar kasih sayang.

Setiap berziarah Nabi nuansa tersebut sangat terasa, karena ziarah cinta akan melahirkan cinta. Yaitu cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada Nabi. Kedua cinta tersebut akan melahirkan cinta yang lain, yaitu cinta kepada sesama manusia, baik kepada sesama muslim maupun kepada non muslim. Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda, Tidak ada seseorang yang menyampaikan salam kepadkita kecuali Allah SWT mengembalikan salam tersebut kepada jiwkita, sehingga kita menjawab salam tersebut kepada orang tersebut.

Menurut Imam Nawawi dan Muhammad Faqi al-Mishri, bahwa jaminan balasan Nabi terhadap siapa pun yang menyampaikan salam kepadanya karena hubungan antara Nabi dan umatnya dibangun diatas dasar cinta sejati. Mereka yang datang ke makam Nabi juga didasarkan cinta yang kuat kepada pujaannya, Muhammad SAW. Meskipun perjalanan jauh dilalui dan tidak sedikit harta yang dikeluarkan untuk misi ziarah tersebut, tetapi ketika sampai di Madinah rasa penat hilang seketika, karena salam dan doa yang diucapkan kepada Nabi akan dijawab, sebagaimana terjadi pada seseorang yang dulu berdoa di makam Nabi.

Kecintaan umat islam dari masa ke masa terhadap Nabi merupakan sebuah kekuatan yang mahadahsyat, yang akan menjelma sebagai harapan untuk membangun peradaban kasih sayang. Setidaknya, masih ada kasih yang terus dan akan selalu hidup dalam diri setiap muslim, yaitu kasih yang diekspresikan dalam ziarah ke makamnya. Sebab itu, para ulama telah mencapai konsensus agar setiap muslim yang mampu menunaikan ibadah umrah dan haji dapat melanjutkan perjalanan spiritual ke Madinah dalam rangka menunaikan shalat di Masjid Nabawi dan berziarah ke makam Nabi.

Tentu, cinta membutuhkan pengorbanan dan totalitas. Tidak semua orang mampu melkitakannya. Tetapi mereka yang mempunyai niat dan komitmen akan senantiasa melkitakan itu sebagai manifestasi dari cinta yang membumbung tinggi dalam sanubarinya. Memang, amat disayangkan jika masih ada pandangan dan anggapan bahwa berziarah ke makam Nabi dan makam orang-orang saleh lainnya sebagai sebuah penyimpangan dari agama. Pandangan seperti ini merupakan sebuah wujud hilangnya spiritualitas dalam beragama. Seolah-olah agama hanya mengajarkan dimensi legal formal, sedangkan dimensi spiritual tidak pernah terpikirkan.

Ajaran cinta yang terkandung dalam islam diharapkan agar setiap muslim dapat menggali nilai-nilai yang telah merekatkan hubungan diantara kelompok yang dulunya berbeda, lalu terikat dalam solidaritas bersama. Hubungan antara kalangan Anshar dan Muhajirin merupakan bukti yang sangat kuat, bahwa ajaran fundamen ajaran Nabi adalah cinta. Yaitu cinta yang makin mempererat hubungan batin serta menghilangkan kebencian diantara mereka.

Ziarah ke makam Nabi harus mampu membangun cinta tersebut untuk kemuliaan hidup setiap umat islam. Apalagi ditengah hilangnya spiritualitas dan moralitas publik agama yang mencerminkan persaudaraan dan solidaritas tersebut. Diperlukan sebuah pendekatan yang mengedepankan intuisi yang semakin mengasah dimensi kemanusiaan.

Setiap muslim harus menjadikan Nabi sebagai teladan dan panutan, baik dalam hal ritual maupun dalam ranah sosial. Melihat sebuah persoalan dengan menggunakan mata hati yang dilandasi cinta akan menjadikan setiap muslim dapat membangun hubungan yang harmonis dan toleran di tengah kemajemukan.

Dengan demikian, setelah melakukan ziarah ke makam Nabi saatnya untuk memahami kembali ajaran Nabi dengan sebaik-baiknya. Spiritualitas dan moralitas harus disertai dengan intelektualitas dan rasionalitas. Yaitu pemahaman yang sebaik-baiknya dan seluas-luasnya terhadap ajaran Nabi. Ibarat samudera, ajaran Nabi merupakan samudera yang kedalamannya tidak selalu kering. Alangkah indahnya jika kedalaman ajaran tersebut disertai dengan pembelajaran yang intensif untuk sebuah keberislaman yang rahmatan lil alamin.

Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran hubungi :
Tlp. 0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

Terimakasih.

Selasa, 07 Mei 2019

KEISTIMEWAAN UMROH DIBULAN RAMADHAN



Umat muslim di seluruh dunia tengah berbahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Bulan yang teramat diistimewakan Allah SWT ini menjadi salah satu momen bagi umat muslim untuk memperbanyak ibadah.
Salah satu ibadah wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadan adalah puasa. Puasa yang dalam bahasa arab disebut "al-Shaum" atau "al-Shiyam" memiliki makna bahwa saat berpuasa, diwajibkan untuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa tersebut, baik makan, minum, bersetubuh dan lain sebagainya.

Bulan Ramadhan adalah bulan baik, bulan yang penuh berkah. Maka akan sangat menjadi harapan setiap umat manusia untuk bisa terus menjumpai bulan Ramadhan secara berulang-ulang setiap tahun untuk mendapat keberkahan tersebut. Sebab pada bulan Ramadhan penuh dengan keistimewaan-keistimewaan. Di bulan tersebut, bila kita mengerjakan ibadah dan amal baik maka akan mendapatkan pahala yang berlipat dibandingkan bulan-bulan lain. Termasuk menjalankan ibadah umrah saat Ramadhan.

Umrah adalah salah satu ibadah yang memiliki keistimewaan yang luar biasa. Apalagi jika ibadahnya dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Ibadah umrah berbeda dengan haji, pahalanya pun juga berbeda. Namun terdapat pengecualian pada umrah Ramadhan yang banyak keutamaan. Ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memerintahkan penduduk Anshar untuk melaksanakan umrah Ramadhan sebab pahalanya menyamai ibadah haji.

Bahkan ada pula hadits lain yang meriwayatkan bahwa umrah Ramadhan sama seperti melaksanakan haji dengan Rosulullah. Dari beberapa hadits yang telah diriwayatkan tersebut menunjukkan bahwa keutamaan umrah di bulan Ramadhan sangatlah besar. Namun ada beberapa ulama yang berbeda pendapat menyikapi hadits-hadits tersebut.

Ada ulama yang berpendapat bahwa keutamaan umrah tersebut hanya dikhususkan kepada orang yang saat itu diajak berbicara Rosulullah. Namun ada pula pendapat lain yang dikemukakan oleh seorang ulama yang bernama Ibnu Katsir. Beliau menyatakan bahwa keutamaan umrah di bulan Ramadhan tersebut ditujukan kepada orang yang memiliki niat berhaji namun tidak mampu melaksanakannya.

Sehingga ketika orang tersebut mampu melaksanakan ibadah umrah pada bulan Ramadhan, maka orang tersebut akan mendapatkan keutamaan pahala seperti melaksanakan haji secara sempurna bersama Rosulullah. Sebab telah menyatu niat hajinya yang tidak dapat terlaksana dalam pelaksanaan umrah Ramadhan yang saat itu dijalankan.

Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa keutamaan umrah di bulan Ramadhan pada hadits tersebut bukan hanya dikhususkan pada orang yang saat itu diajak berbicara oleh nabi saja ataupun karena keadaan tertentu. Mayoritas ulama yang menyatakan hal ini termasuk ulama empat madzab. Maka inilah pendapat yang dapat kita jadikan acuan kebenaran mengenai keutamaan ibadah umrah di bulan Ramadhan.

Namun yang perlu digarisbawahi adalah umrah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan tetaplah berbeda dengan menunaikan ibadah haji meskipun keutamaannya sama dengan melaksanakan ibadah haji. Sehingga umrah Ramadhan tetap tidak dapat menggugurkan kewajiban Anda yang mampu untuk menunaikan ibadah haji. Jadi berdasarkan hadits di atas penyamaan umrah di bulan Ramadhan dengan haji hanya dalam hal pahalanya saja, namun secara hukum dan pelaksanaan kedua ibadah tersebut jelas berbeda.

Selain itu juga terdapat keutamaan lain saat beribadah umrah di bulan Ramadhan yaitu pada malam Lailatul Qadar setiap ibadah yang kita laksanakan akan mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda bahkan lebih baik dari malam seribu bulan. Setiap amalan sunah di bulan Ramadhan nilai pahalanya akan senilai dengan ibadah wajib. Ibadah yang hukumnya wajib, pada bulan Ramadhan akan mendapatkan pahala 70kali lebih besar dibandingkan pada bulan lain. Sehingga dengan melaksanakan ibadah umrah di bulan tersebut tentu akan mendapatkan pahala yang jauh lebih besar nantinya.

Namun melaksanakan ibadah umrah di bulan Ramadhan pun juga harus memperhatikan keadaan diri si jamaah serta kemampuan dalam hal waktu melaksanakan umrah tepat di bulan Ramadhan. Kemampuan fisik jamaah juga sangat penting sebelum memilih saat tersebut. Mengingat saat berumrah di bulan Ramadhan berarti Anda harus memiliki tenaga ekstra sebab bersamaan dengan melaksanakan puasa.

Apalagi keadaan iklim di sana yang sangat panas berbeda dengan di negara kita. Namun semuanya dikembalikan kepada kita yang meniatkan ibadah umrah di bulan Ramadhan untuk mendapatkan berbagai keutamaan yang lebih besar dibandingkan bulan-bulan lain. Melaksanakan umrah di bulan Ramadhan bisa dilaksanakan pada awal bulan, pertengahan, ataupun akhir bulan ramadhan.

Berpuasa pada bulan Ramadan tentunya memiliki beberapa keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT. Berikut ini beberapa keistimewaan berpuasa pada bulan Ramadan.

1. Pengampunan Dosa
Salah satu keistimewaan yang diberikan adalah pengampunan dosa-dosa yang telah dilakukan dan kembali ke fitrah. Hal tersebut tentu saja akan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh umat muslim yang taat. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda :
"Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari, 37. Muslim, 1266).

Dalam hadis riwayat Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda :
"Adapun yang kelima, sesungguhnya jika tiba malam terakhir Ramadan Allah memberi ampun kepada mereka semua. Lalu bertanyalah seorang lelaki dari sebuah kaum, ”Apakah itu Lailatul Qadar? Ia bersabda, ”Bukan, apakah kau tidak mengetahui perihal orang-orang yang bekerja. Jika mereka selesai melakukan pekerjaan, maka imbalannya akan dipenuhi."

2. Menjadi Orang Beriman
Disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, barangsiapa yang melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan, maka termasuk orang-orang yang beriman.

"Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn."
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"(QS Al-Baqarah: 183)

3. Mendapatkan Kebahagiaan
Bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa saat bulan Ramadan akan diberikan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu Allah SWT. Hal ini sebagaimana dengan sabda Rasulullah SAW :

"...Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk.” (HR Bukhori)

4. Dibukakan Pintu Surga
Tujuan utama umat muslim dalam mengejar akhirat, yaitu masuk surga. Bulan Ramadan  merupakan bulan di mana pintu surga terbuka dan pintu neraka ditutup serta setan-setan dibelenggu.
Bagi umat muslim yang menjalankan ibadah puasa, akan dijanjikan satu pintu pada hari kiamat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadir riwayat Bukhari :

"Sesungguhnya di surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak. Tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Ditanyakan, ‘Mana orang-orang yang berpuasa?’
Lalu mereka pun berdiri. Tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu akan ditutup, sehingga tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.’ (H.R. Bukhari)

5.Dikabulkan doanya
Berpuasa merupakan kesempatan agar doa-doa yang selama ini kita panjatkan dapat terkabul. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

"Tiga doa yang tidak ditolak: orang berpuasa hingga berbuka puasa, pemimpin yang adil dan doanya orang teraniaya. Allah mengangkat doanya ke awan dan membukakan pintu-pintu langit. Demi kebesaran-Ku, engkau pasti Aku tolong meski tidak sekarang.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Untuk informasi lebih lanjut dan info pendaftaran hubungi :
Tlp.0856-9281-9898
Web : Al-Umroh.com

PERBEDAAN UMROH DAN HAJI

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang memiliki banyak ragam budaya, agama, ras, suku, dll. Tapi berbicara soal ...